Masa Muda Darwin dan Era Victoria

Layaknya anak-anak lelaki yang tumbuh di inggris pada abad-19, Darwin percaya bahwa tidak disarankannya untuk mencari kesenangan seksual. Jika hasrat seksual mulai terbangun, dibutuhkan niat yang bear untuk mengontrol hal itu. Karena, hasrat satu orang akan membuat sepuluh orang menderita. Darwin yang besar di era itu dapat dikatakan hidup ditengah-tengah gravitasi moral yang besar.

Awalnya, Darwin hendak dijadikan seorang dokter. Ayahnya yakin bahwa ia harus menjadi seorang dokter dengan pasien yang banyak. Akan tetapi, semasa ia kuliah, Darwin menyadari bahwa ia lebih tertarik meneliti keadaan alam. Ia bertemu dengan Robert Grant, seorang ahli sponge yang percaya akan evolusi. Malihat hal ini, ayah Darwin akhirnya menyarankan anaknya untuk membangun karir di bidang agama. Darwin menyukai gagasan ayahnya. Ia akhirnya belajar teologi di Cambridge University. Setelah lulus ia bekerja sebagai naturalis amatir di kapal H.M.S. Ia bertugas menemani sang kapten berbincang-bincang selama pelayaran dengan Beagle.

Darwin dikenal sebagai orang yang baik, manis, dan kurang ambisius. Ia seorang yang pemalu dan sederhana. Banyak pertanyaan yang meragukan bahwa Darwin, seorang yang tidak terlalu intelek dapat menemukan teori yang masif dan signifikan. Memang teori seleksi alam memiliki efek yang luar biasa dan signifikan, namun tidak terlalu masif dalam strukturnya.

Besar di era Victoria, Darwin percaya bahwa seks memiliki peran yang sangat penting dalam mempertahankan suatu spesies. Ia juga meniliti adanya perbedaan alamiah antara jantan dan betina dalam berhubungan seksual. Betina dipercaya lebih pemilih, sedangkan jantan pihak yang rela memperebutkan betina. Sifat-sifat ini justru mempersulit para hewan untuk bereproduksi. Teori Darwin ini menyadarkan manusia secara psikologis akan seks. Produk seleski alam dapat diubah. Apabila kita mengubah standar kita, kita juga harus mengetahui dari mana asal mula dan bagaiman gen-gen yang memengaruhi cara kita berfikir.

Wijayanto, Eko. 2010. Evolusi Kebudayaan. Jakarta: Salemba Humanika

0 komentar:

Posting Komentar